Suasana Ramadhan 2014 di Kota Beppu, Jepang – Tahun ini adalah kali kedua saya menjalani ibadah Ramadan di Jepang. Suasana yang begitu berbeda dengan di tanah air tercita. Di sini tidak ada acara komedi saat sahur dan azan tanda berbuka di televisi. Tak ada anak-anak yang pawai obor sambil memukul kentungan.
Memang suasana puasa di Jepang tidak semeriah di Indonesia. Di negara empat musim seperti Jepang, durasi puasa berbeda sepanjang tahun. Tahun lalu sampai tiga atau empat tahun ke depan, Ramadan jatuh pada musim panas di mana puasa dimulai sebelum pukul empat pagi dan baru berakhir pukul setengah delapan malam.
Saya merasa beruntung tinggal di kota kecil dengan komunitas muslim internasional yang cukup banyak. Meski tetap berbeda dengan puasa di rumah sendiri, ada keakraban yang terasa saat berbuka puasa bersama di satu-satunya masjid di kota ini. Saya tinggal di Kota Beppu, Prefektur Oita yang terletak di Pulau Kyushu, kira-kira seribu kilometer dari Ibu Kota Tokyo. Berkat adanya universitas internasional yang berdiri sekitar sepuluh tahun lalu, pelajar dari hampir sembilan puluh negara berkumpul di kota yang bahkan lebih kecil dari luas daerah Jakarta Selatan.
Di kota ini ada satu komunitas muslim yang terdiri dari pelajar, dosen dan pekerja dari Indonesia, Uzbekistan, Pakistan, Sri Lanka dan berbagai negara lain serta beberapa orang muslim lokal Jepang. Bersama komunitas ini saya berbagi cerita dan budaya di negara masing-masing. Misalnya setiap Ramadan sering diadakan acara buka puasa bersama yang dilakukan secara bergilir.
Biasanya mereka menyajikan makanan khas dari negara masing-masing. Saya pernah mencoba masakan khas Pakistan yakni nasi biryani dan kari Pakistan yang membuat lidah tidak berhenti menguyah. Meskipun terkadang saya kangen dengan kolak pisang, tapi makanan dari negara lain yang dimakan bersama-sama itu pun bisa sedikit mengobati kesepian saat Ramadan.
Mengingat Ramadan jatuh di musim panas, kadang ada perasaan ingin menggilir makanan “berat” seperti kari dan daging kambing dengan sesuatu yang lebih segar dan ringan, sekalian mencari suasana baru. Saat udara panas, sushi dengan gari (acar jahe) dan teh hijau adalah alternatif menu berbuka yang nikmat. Saat tidak ingin keluar asrama kampus, kadang saya berbagi goi cuon, semacam lumpia dengan kulit dari beras dari Vietnam dengan teman asrama. Sayuran segar dan seafood dibalut dengan kulit rice paper basah, disantap dengan saus pedas manis Thailand membuat suasana berbuka terasa berbeda. Berbagi makanan berbuka dengan teman nonmuslim dari negara lain juga bisa menambah keakraban, selain menjadi sarana pertukaran budaya dan tenggang rasa.
Jika dibanding-bandingkan, memang selalu ada yang terasa kurang ketika berpuasa di luar negeri. Kadang terbersit bahwa sepekan berbuka dengan kari kambing Pakistan dan sushi tetap tidak sebanding nikmatnya dengan berbuka bersama keluarga besar menyantap sate ayam dan bakso di tanah air. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa berpuasa di negeri orang adalah sebuah pengalaman yang berharga. Ada persaudaraan baru yang terjalin dengan muslim negara lain, serta keakraban lintas agama ketika berbuka bersama teman nonmuslim.
Begitulah cerita singkat Ramadan saya di kota pantai kecil sekitar lima ribu kilometer dari rumah. Terakhir, selamat menunaikan ibadah Ramadan bagi umat Islam sedunia, dan selamat menikmati Ramadan bagi saudara muslim maupun nonmuslim dimana pun anda berada.
oleh: M. Aulia Rachman (Suasana Ramadhan 2014 di Kota Beppu, Jepang)
sumber : detik ramadhan