Kenapa di Jepang Susah Menemukan WiFi Yang Bagus? – Artikel ini saya dapatkan dari japantimes.co.jp. Tentang kisah susahnya dapat wifi yang bagus di Jepang. hehe. berikut ceritanya. Teman-teman yang mengunungi Jepang bertanya padaku, kenapa disana tidak ada atau sedikit sekali Hotspot Wifi yang tersedia di hotel-hotel atau di cafe-cafe Tokyo. Mereka mengatakan di negaranya banyak tempat yang menyediakan wifi gratis untuk pengunjung/tamu. Biasanya wifinya tidak berpassword, kalau pun memiliki passsword, kamu dapat menayakannya kepada staff.
Di Tokyo, ketika Anda menemukan sinyal Wi-Fi, kebanyakan malah menghadirkan halaman log-in, biasanyapun dalam bahasa Jepang. “Bukankah Jepang negara dengan internet yang maju?” tanya teman saya.
Dan keluhan mereka memang benar: Ada sedikit titik akses Wi-Fi di toko-toko di Jepang, dan kebanyakan memerlukan langganan bulanan. Wi-Fi gratis memang sangat jarang ditemukan. Ini bisa dimengerti mengapa wisatawan kecewa dengan kesenjangan antara pemikiran mereka bahwa Jepang adalah negara hi-tech dengan penetrasi internet tinggi dan penggunaan ponsel canggih, namun kenyataannya -_-.
Di Jepang, sebagian besar kebutuhan untuk email dan akses web di luar rumah telah lama terpenuhi oleh fitur ponsel seperti layanan i-mode NTT DoCoMo, yang dimulai pada tahun 1999. Masa-masa sebelum jayanya smartphone, di i-mode, lebih dari 70 juta pengguna – jumlah yang sama seperti pengguna Web PC sedang menikmati akses internet melalui ponsel mereka. Paket data Flat-rate (yang umum di Amerika Serikat dikenalkan oleh iPhone pada tahun 2007), tersedia di Jepang sekitar tahun 2004, dan orang-orang mulai melakukan Net-related melalui ponsel mereka. Makanya pengguna seperti ini, tidak membutuhkan jaringan Wi-Fi di toko-toko dan kafe.
Sebaliknya, apa yang orang perkotaan Jepang inginkan adalah mengakses Web saat mereka berada di kereta api ke tempat kerja. Orang-orang yang menghabiskan 3 sampai 4 jam perhari dalam perjalanan kerja mereka menggunakan ponsel dengan infrastruktur lebih ke internetnya. Membuat jaringan Wi-Fi yang sederhana dalam sebuah kafe atau toko mungkin menjadi tugas yang mudah, tetapi menawarkan Wi-Fi untuk ratusan ribu orang di kereta api tidaklah realistis.
Tapi bagaimana tentang tech-savvy Jepang yang ingin menggunakan laptop mereka di banyak tempat? Bagi mereka, layanan data 3G tersedia cukup murah.
Di barat, orang-orang membawa laptopnya keluar dengan asumsi disana pasti akan ada Wifi. Di Jepang, orang dengan kategori pemikiran yang sama membawa kartu data 3G miliknya atau membawa router wifi yang dapat mengkoneksikan laptop, smartphone, tablet dan lain-lain dengan internet. Mereka tidak begitu membutuhkan wifi gratis.
Booming terbaru dalam industri ponsel, maraknya smartphone dan tablet dari luar negeri, seperti iPhone, yang ( dibandingkan dengan fitur ponsel Jepang) lebih seperti komputer daripada ponsel. sehingga mereka harus melayani data-data yang berat, termasuk gambar dan video, ini membutuhkan lebih banyak bandwidth, yang membuat mereka sebaiknya menggunakan teknologi Wi-Fi daripada jaringan 3G. Operator juga ingin memberikan fasilitas wifi itu karena paket flat-rate yang mereka tawarkan pada jaringan 3G mereka terbebani oleh data-data yang berat.
Akibatnya, operator besar di Jepang kini mulai menawarkan sendiri hotspot Wi-Fi gratis atau murah, tapi tentu saja mereka tidak dapat menyediakan Wi-Fi di setiap lokasi yang diperlukan. Jika titik Wi-Fi terus berkembang akan menjadi nilai tambah besar bagi pengguna smartphone / tablet.
Jadi sepertinya setelah satu dekade ini, permintaan Wi-Fi sekarang tertinggi dalam sejarah di Jepang. Mungkin karena itu, banyak perusahaan yang memasuki bisnis penyedia Wi-Fi gratis baru-baru ini.
Pada Desember tahun lalu, sebuah start-up penyedia layanan Internet yang disebut Connect Free meluncurkan sebuah program yang memudahkan para pemilik toko untuk menyediakan wifi gratis bagi para pelanggannya – salah satu Perusahaan percetakan terebsar di Jepang, Dai Nippon Printng (DNP) kemudian bergabung sebagai mitra iklan. Tidak ada biaya ke toko-toko, karena layanan ini dibayar oleh iklan yang muncul ketika pelanggan log on. Juga pada bulan Desember, group 7-Eleven mulai menawarkan Wi-Fi gratis di toko-toko di Tokyo. Ini akan memudahkan para wisatawan mendapatkan WiFi
Namun, layanan tersebut ditemukan melanggar undang-undang privasi. Layanan Connect Free mengumpulkan informasi pribadi termasuk akun Twitter pengguna dan ID facebooknya, dan layanan 7-Eleven memblokir akses ke situs pebelanjaan terbesar yang menjadi saingannya seperti Amazon dan Rakuten. Keduanya melakukannya tanpa persetujuan pengguna.
Setiap perusahaan menanggapi hal tersebut dengan segera menghentikan kegiatan yang melanggar setelah layanan mereka diluncurkan. Bulan ini, pemerintah bagian administratif isu publik menentang kegiatan perusahaan. Dengan melakukan secara terbuka, pemerintah secara efektif menarik perhatian mengenai bagaimana kegiatan tersebut ilegal, dan mungkin mencegah dari perusahaan lain mencoba hal yang sama.
Pada tanggal 6 April, Lawson, juga meluncurkan layanan Wi-Fi gratis. Namun, Lawson juga memiliki masalah privasi dan keamanan seolah-olah mereka belum pernah mendengar tentang masalah hukum yang dihadapi oleh 7-Eleven dan DNP / Connect Free. Setelah mereka juga dikritik, Lawson mengumumkan bahwa mereka juga akan memperbaiki masalah privasi mereka – meskipun saat ini layanan masih berjalan tanpa perbaikan.
Masalahnya ini bukan cuma di Jepang. Bulan ini, New York Times melaporkan bahwa Hotel Marriott mencoba untuk mengintai dan memasukkan iklan pada PC tamu mereka melalui Wi-Fi.
This may just be something that companies feel they have the right to do: If they offer free Wi-Fi, then they have the right to expect something in exchange. But messing with a person’s privacy is always going to come up against protest — if it is discovered. If companies feel they need to cover the cost of Wi-Fi with advertising, and are not satisfied that it is attracting more customer visits, then they should probably not offer it as a free service — unless they are going to be completely open about their snooping.
Ini mungkin menjadi sesuatu dimana perusahaan merasa mereka berhak untuk melakukan hal tersebut: Jika mereka menawarkan Wi-Fi gratis, maka mereka memiliki hak untuk mengharapkan sesuatu sebagai imbalan. Tapi bermain-main dengan privasi seseorang selalu berakhir dengan protes keras (jika ketahuan). Jika perusahaan merasa perlu menutupi biaya Wi-Fi dengan memasang iklan, dan tidak puas bahwa itu menarik kunjungan pelanggan lebih, maka mereka seharusnya tidak menawarkannya layanan gratis.
Semoga artikel diats yang saya ambil dari japantimes.co.jp menjawab kehidupan di Jepang, mengapa disana sangat sulit menemukan wi yang bagus. hehe ^^
yah itu di jepang sdikit aneh bagi kita padahal kan itu juga membantu untuk menunjang kebutuhan setiap orang tapi yah kembali lagi mereka g ada internet aja bisa mengembangkan pengembangan yang membanggakan untuk negara mereka hehe….kita ambil hikmanya saja gan oke