Mentalitas baja para prajurit Jepang, begitu pula sang panglima, ternyata menjadi bumerang yang luar biasa.
Sedikitnya 83.737 tentara Jepang harus mati sia-sia karena ngotot memperjuangkan sesuatu yang tidak perlu.
Ketika akhirnya kebijakan penarikan diberlakukan, puluhan ribu tentara mereka tidak bernyawa.
Sementara lebih dari setengah juta tentara lainnya harus diseret ke penjara sebagai tawanan.
Perang Dunia II diakhiri dengan pertempuran terakhir di Manchuria, ketika 1,5 juta tentara Soviet pada 9 Agustus 1945 menyerbu Jepang di wilayah yang diduduki sejak 1932.
Tentara Kwantung yang merupakan kebanggaan Jepang tidak berdaya melawan invasi Tentara Merah.
Meski mendapat perlawanan sengit, satu minggu kemudian pada 18 Agustus mereka menyerah.
Setelah penyerahan Nazi Jerman ke Eropa pada bulan Juni 1945, Stalin beralih ke Timur.
Meskipun dia terikat oleh perjanjian non-agresi dengan Jepang, dia punya alasan untuk menyerang Jepang.
Karena Tokyo tidak mengindahkan seruan penyerahan konferensi Sekutu di Potsdam pada bulan Juli.
Pada saat yang sama, Inggris membalas kekalahan memalukan Rusia dalam perang dengan Jepang pada tahun 1905.
Secara diam-diam, pasukan Soviet dan peralatan perang dipindahkan dari Eropa, disalurkan ke Timur Jauh Soviet dengan kereta Trans Siberia.
Selama lebih dari tiga bulan seluruh kemampuan rel Soviet dikerahkan.
Ketika Soviet menyatakan perang terhadap Jepang pada 8 Agustus, Soviet sudah siap dengan 1,5 juta pasukan, 26.000 artileri, 5.000 tank, dan 3.900 pesawat.
Sedangkan di atas kertas Tentara Kwantung berjumlah 1.040.000, namun hanya tersisa 5.360 meriam, 1.115 tank dan 1.800 pesawat tersisa.
Meski terlihat masih banyak tentara Jepang, kebanyakan dari mereka adalah rekrutan baru. Ini karena pasukan berpengalaman telah ditarik untuk membantu mempertahankan tanah Pasifik dan Jepang.
Invasi Soviet diluncurkan dari empat arah. Dari Barat (Trans Baikal) dipimpin Marsekal Rodion Malinovsky, dari utara di ujung paling timur Marsekal Kiril Meretskov.
Dari arah Mongolia Luar yang dipimpin oleh Jenderal Kavaleri Issa Pliev, dan Jenderal Maxim Purkayev yang dipercayakan ke front kedua di sepanjang Sungai Amur dan Ussuri.
Awal Agustus 1945, persiapan invasi telah selesai. Sebelumnya, ketika Nazi Jerman menginvasi Soviet, Moskow sempat khawatir Jepang akan menyerangnya dari halaman belakangnya.
Untungnya Soviet memiliki mata-mata utama di Tokyo, Dr. Richard Sorge, yang memiliki informasi strategis bahwa Jepang tidak akan menyerang Soviet dari Manchuria.
Sehingga Stalin bisa memusatkan seluruh kekuatannya hanya untuk melawan invasi Hitler. Informasi yang tak ternilai ini akhirnya dibayar oleh Sorge, yang ditangkap oleh Kempetai dan dieksekusi dengan cara digantung.
Komandan Tentara Kangtogun atau Kwantung, Jenderal Otozo Yamada, diperintahkan untuk bertahan hidup. Maka terkadang taktik berani yang dipraktekkan di Pasifik juga diperlihatkan oleh pasukan Jepang di Manchuria.
Namun, karena ketidakseimbangan kekuatan dan udara sepenuhnya dikendalikan oleh Soviet, Jepang terus-menerus berada di bawah tekanan. Meski terkadang cadel bisa menghantam pasukan Soviet.
Ketika Tokyo mengumumkan penyerahan tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus, kebingungan muncul di antara pasukan Jepang yang masih bertempur hebat melawan Tentara Merah.
Tetapi mereka memutuskan untuk terus berjuang.
Alasannya adalah meskipun Yamada mendengar pidato Kaisar tentang kekalahan Jepang, dia menginginkan konfirmasi tertulis.
Pada 17 Agustus, datang perintah langsung dari Kaisar kepada Panglima Tentara Kwangtung untuk mengakhiri perang.
Perintah tertulis ini dibawa langsung oleh seorang anggota keluarga kekaisaran, yang meminta Jenderal Yamada untuk merundingkan penyerahan diri dengan Soviet.
Kepala Staf Angkatan Darat Kwangtung Jenderal Shunroku Hata kemudian terbang ke pangkalan Marsekal Alexander Vasilevsky, panglima tertinggi Uni Soviet untuk kampanye di Manchuria.
Pada 19 Agustus, empat hari setelah Jepang secara resmi menyerah, dokumen penyerahan Jepang di Manchuria ditandatangani. Namun, keterlambatan penyerahan Jepang dalam dua hari ini ternyata harus dibayar mahal dengan sembarangan.
Karena kedua belah pihak telah kehilangan puluhan ribu pasukan.
Menurut Soviet, pertempuran terakhir di PD II mengakibatkan kematian 83.737 tentara Jepang (Jepang menempatkan 21.000 orang), dan 594.000 lainnya ditawan termasuk 148 jenderal.
Sedangkan kerugian Soviet sebanyak 8.000 tewas dan 22.000 luka-luka.
Dalam waktu singkat, tahanan Jepang dikurung di kamp tahanan Soviet yang tersebar di Siberia dan Soviet jauh di timur. Jenderal Yamada sendiri baru dibebaskan pada 1956 saat usianya 76 tahun.