Jepang memiliki beberapa bahasa daerah. Bahasa-bahasa ini digunakan secara terbatas di daerah pedesaan yang jauh dari “pusat budaya” Jepang di Pulau Honshu. Para penutur bahasa daerah saat ini berbicara dalam dua bahasa, alias bilingual. Ini adalah hasil dari praktik penjajahan dan diskriminasi bahasa yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang sejak zaman Kaisar Meiji.
Secara umum, bahasa daerah di Jepang dibagi menjadi bahasa Ainu dan bahasa Ryukyu. Bahasa Ainu dituturkan oleh orang-orang Ainu di Jepang utara. Saat ini penutur Ainu terbatas pada Pulau Hokkaido. Bahasa Ainu yang digunakan di Kepulauan Kuril dan Sakhalin (Rusia) dan Wilayah Tohoku (Jepang) telah lama punah, meninggalkan jejak toponomi atau asal-usul nama tempat. Ainu adalah bahasa yang terisolasi. Artinya, bahasa ini tidak terkait dengan bahasa apa pun di dunia.
Sejak 1980-an, upaya untuk melestarikan bahasa Ainu diprakarsai oleh beberapa aktivis. Salah satu aktivis Ainu yang paling terkenal adalah Shigeru Kayano. Pada tahun 1987 ia mendirikan sebuah sekolah yang didedikasikan untuk melestarikan bahasa Ainu. Sekolah ini didanai oleh Lembaga Amal Kyuai Ainu. Pada tahun 1997, Pemerintah Jepang mengeluarkan Undang-Undang Promosi Budaya Ainu yang diikuti oleh program transformasi dan pengayaan untuk kamus bahasa Ainu. Pada tahun yang sama dengan The Ainu Times, satu-satunya buletin bahasa Ainu diluncurkan dan bertahan hingga hari ini. Pada tahun 2001, stasiun radio berbahasa Ainu pertama, FM Pipaushi, mengudara untuk pertama kalinya.
Buah dari perjuangan dan aktivisme bahasa Ainu diambil pada 15 Februari 2019. Pada tanggal bersejarah itu Pemerintah Jepang untuk pertama kalinya dalam sejarah mengakui bahwa orang Ainu adalah kelompok sosial asli di wilayah Jepang Utara dan memberikan status minoritas resmi untuk bahasa Ainu.
Pepatah Melayu kuno mengatakan, “Padang rumput lain adalah belalang lain. Berbeda dari dasar ikan.” Pepatah ini tampaknya sesuai dengan kondisi bahasa Ryukyu. Jika bahasa Ainu telah diakui oleh Pemerintah Jepang, bahasa Ryukyu masih dianggap sebagai dialek Jepang. Namun menurut Unesco dan penelitian linguistik, bahasa yang digunakan di Kepulauan Ryukyu tidak dapat dipahami oleh penutur bahasa Jepang (yang saling tidak dapat dipahami). Bahasa-bahasa ini bukan dialek karena perbedaan yang sangat besar dan mencolok. Kesamaan antara bahasa Ryukyu dan Jepang adalah kesamaan yang dimiliki bahasa dalam keluarga atau keluarga. Ryukyu dan bahasa Jepang berada di keluarga yang sama, keluarga bahasa Japonic.
Apalagi dalam bahasa Jepang, bahasa Ryukyu sepertinya tidak saling memahami. Secara umum disepakati bahwa ada 10 bahasa Ryukyu dibagi menjadi bahasa Ryukyu Utara dan bahasa Ryukyu Selatan. Bahasa Ryukyu Utara meliputi:
- Bahasa Amami: terdiri dari tiga bahasa yaitu Amamj, Kikai, dan Tokunoshima.
- Bahasa Kunigami: terdiri dari tiga bahasa yaitu Kunigami, Okinoerabu, dan Yoron.
- Bahasa Okinawa: terdiri dari bahasa Okinawa itu sendiri.
Ada juga bahasa Ryukyu Selatan termasuk Miyako, Yaeyama, dan Yonaguni. Bahasa Ryukyu Utara nomor tujuh bahasa dan bahasa Ryukyu Selatan nomor tiga, sehingga jumlah total bahasa Ryukyu adalah 10 bahasa, yang semuanya terancam punah. Hingga saat ini Pemerintah Jepang masih menganggap bahasa-bahasa ini sebagai bagian atau dialek bahasa Jepang. Ini diperparah dengan penggunaan bahasa Jepang yang mendominasi kehidupan sehari-hari orang, meninggalkan penutur yang lebih tua hanya karena penutur muda umumnya berbahasa Jepang sepenuhnya.
sumber : https://fortuner.id/ternyata-ada-bahasa-selain-bahasa-jepang-di-negara-jepang-bahasa-apa-itu/