ETOS kerja warga Jepang tak perlu diragukan. Jumlah penduduk yang meninggal karena jam kerja berlebih cukup tinggi. Salah satu efeknya, perempuan enggan menambah momongan karena semua hal terkait rumah dan anak dibebankan pada mereka.
Untuk mengatasi hal tersebut, Jepang menerapkan aturan perundang-undangan yang baru. Aturan itu membuat para ayah bisa cuti lebih fleksibel untuk bisa ikut membantu merawat anaknya. Mereka bisa mengambil cuti hingga sebulan, dalam periode 8 pekan setelah kelahiran anaknya.
Dilansir HRM Asia, RUU baru tersebut merevisi undang-undang terkait pengasuhan anak dan cuti pengasuhan keluarga. Tujuannya, mendorong partisipasi ayah dalam membesarkan anak sehingga mendukung istri mereka serta meningkatkan jumlah partisipasi perempuan di dunia kerja.
Pada aturan lama, Ayah diharuskan mengajukan cuti sebulan sebelumnya. Nah, di aturan baru, akan dikurangi menjadi dua minggu sebelumnya. Cuti juga bisa diambil dalam dua gelombang. Mereka juga mendapatkan tunjangan asuransi kerja yang setara dengan 67 persen gaji ketika bekerja biasa.
Pekerja lelaki yang mengambil cuti untuk merawat anak di Jepang dulu jarang terjadi. Namun, kini hal itu sudah biasa. Pada 2020, Menteri Lingkungan Shinjiro Koizumi sempat menjadi pemberitaan ketika mengumumkan cuti dua pekan untuk merawat anaknya.
Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan hanya 3 persen ayah di Jepang yang cuti ketika anaknya lahir. Karena itu, pemerintah memberikan berbagai kemudahan dan insentif agar para ayah bersemangat mengambil cuti untuk merawat anak. Targetnya, pada 2025, ada 30 persen pekerja lelaki yang mengambil paternity leave.
sumber : https://rakyatbengkulu.com/2021/05/23/ambil-cuti-jepang-beri-insentif-suami/