Menurut survei terbaru yang dirilis oleh Asosiasi Keluarga Berencana Jepang, hampir 50% dari pasangan menikah di negara tersebut tidak berhubungan seks selama lebih dari sebulan dan tidak berharap untuk mengubah pola terebut dalam waktu dekat.
Asosiasi Keluarga Berencana Jepang menyebut situasi ini sebagai bentuk “sexless marriage” atau kehidupan pernikahan dengan tingkat hubungan seksual yang rendah.
Sebuah rekor tinggi dalam survei ditemukan bahwa 47,2 persen dari pria dan wanita yang sudah menikah mengatakan mereka berada dalam situasi “sexless marriage”. Angka itu naik 2,6 poin persentase dari jajak pendapat sebelumnya pada tahun 2014.
Secara signifikan angka itu tercatat lebih tinggi ketika asosiasi melakukan survei pertama soal kebiasaan hubungan di kamar tidur pada tahun 2004.
“Kecenderungan berada pada pernikahan tak ada hubungan seksual telah meningkat lebih lanjut,” kata presiden asosiasi, Kunio Kitamura seperti dimuat The Guardian awal pekan ini.
Beberapa ahli meragukan gagasan bahwa fenomena tersebut terjadi karena Jepang telah mengalami kerugian kolektif libido. Pasalnya, hal semacam itu juga terjadi di antara negara-negara industri di mana pasangan pekerja berjuang untuk menemukan waktu untuk menemukan keintiman.
Dalam survei yang sama ditemukan bahwa tingkat tertinggi kehidupan pernikahan tanpa hubungan seksual terjadi pada orang-orang di akhir usia 40an, saat tuntutan pekerjaan dan keluarga bisa berada di terbesar mereka.
Lebih dari 22 persen wanita yang terlibat dalam survei mengatakan bahwa mereka menemukan seks merupakan hal yang “merepotkan”. Angka itu meningkat secara drastis dari 21,3 persen pada tahun 2014.
Sedangkan si antara pria menikah, 35,2 persen mengatakan pekerjaan yang membuat mereka terlalu lelah untuk melakukan hubungan. Sementara jumlah yang lebih kecil mengatakan mereka melihat istri mereka semata-mata sebagai anggota keluarga daripada sebagai mitra seksual, atau bahwa kehidupan seks mereka telah melempem setelah melahirkan seorang anak.
“Ini adalah pertama kalinya lebih dari 30 persen pria menjawab bahwa mereka sudah terlalu lelah dari bekerja untuk berhubungan seks,” kata Kitamura.
“Selain meningkatkan jam kerja, ada juga kebutuhan untuk meninjau bagaimana orang bekerja,” sambungnya.
Tekanan untuk merombak praktik kerja Jepang untuk memungkinkan lebih banyak waktu untuk kehidupan keluarga telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, namun sedikit tindakan telah diambil untuk memotong jam kerja.
Pemerintah diharapkan untuk menetapkan batas atas untuk lembur sekitar 60 jam per bulan dalam upaya untuk mengatasi jam kerja yang panjang.
sumber : rmol.com